Gangguan Stres PascaTrauma (PTSD)
Definisi mengenai Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) -- Gangguan Stress Pascatrauma - yang ada saat ini sangat terbatas karena berfokus pada karakteristik objektif peristiwa, bukan pada makna subjektifnya.
PTSD merupakan suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang, seperti kematian atau ancaman, cedera serius atau ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang, yang mana peristiwa tersebut menciptakan ketakutan ekstrem, horor, atau rasa tidak berdaya.
PTSD mencakup respons ekstrem yang diberikan pada suatu stresor berat, termasuk meningkatnya kecemasan, penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan trauma, dan tumpulnya respons emosional. Stres yang teramat berat bagi penderitanya bisa dibilang melahirkan Gangguan Stres Pascatrauma karena ketidakmampuan individu tersebut untuk dapat mengatasi gangguan stres akut yang mereka alami, PTSD yang kemudian menyerang penderita tersebut merupakan reaksi negatif terberat yang bermula dari stres berkepanjangan yang tergolong berat. Masalah yang berkaitan dengan PTSD pada umumnya seperti gangguan anxietas, penyalahgunaan zat, kesehatan fisik, disfungsi seksual dan sebagainya. Penyebab utama PTSD yang mendapatkan pengakuan resmi dilatarbelakangi oleh stres berat adalah peristiwa yang terjadi, tidak mengenai orang yang bersangkutan. Dewasa ini, penelitian diarahkan untuk mencari faktor-faktor pembeda antara orang-orang penderita PTSD dan orang-orang yang tidak menderita PTSD setelah mengalami stres berat.
Simtom-simtom PTSD dikelompokkan jadi tiga kategori utama:
1) 'Mengalami kembali kejadian traumatis' . Penderitanya seringkali teringat pada peristiwa traumatis yang ada dan disertai dengan adanya mimpi buruk tentang hal tersebut. Stimuli yang mempunyai makna atau menyimbolkan sesuatu mengenai peristiwa traumatis individu itu memunculkan penderitaan emosional yang mendalam.
Tes Stroop adalah tes yang diberikan untuk mengetahui atau mengkonfirmasi apakah seseorang tersebut menderita PTSD atau tidak. Interval menjawab yang melambat pada beberapa kata yang diberikan dalam tes Stroop mengindikasikan adanya penyimbolan pada kata-kata tersebut terkait dengan trauma yang dialami.
Beberapa toeri PTSD menyebutkan bahwa 'mengalami kembali' adalah ciri utama dengan mangatribusikan gangguan tersebut pada ketidakmampuan untuk berhasil mengintegrasikan kejadian traumatik dalam skema yang ada saat ini.
2) 'Penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam responsitivitas' . Dengan kata lain, adanya "penumpulan emosional", terdapat fluktuasi; penderita mengalami kembali dan kemudian mati rasa, begitu seterusnya. Stimuli pengingat kejadian tersebut bisa saja berusaha dilupakan ataupun timbulnya 'mati rasa' yang diakibatkan 'lack of positive emotion' sehingga terfokus pada rasa ketidakmampuan.
3) 'Simtom-simtom peningkatan ketegangan' . Terjadi ketegangan sehingga penderita mengalami beberapa masalah fisiologis seperti sulit konsentrasi, kesulitan tidur, terlalu waspada dan semacamnya.
Di AS, dilansir lebih dari 2juta orang menderita PTSD, dan lebih dari 2juta orang memiliki simtom-simtom PTSD ringan hingga menengah yang cukup dapat membuat kerusakan dalam hidup mereka. Tidak hanya orang dewasa yang menderita PTSD, anak-anak pun dapat menderita PTSD, banyak dari anak-anak tersebut mengalami pengalaman traumatis yang amat sangat disebabkan kekerasan dalam rumah tangga. Hal tersebut sangat mempengaruhi pola pikir dan gairah hidup mereka yang mana dengan mudahnya mengubah perilaku mereka. Contohnya saja anak bisa semakin agresif dan pendiam yang pada awal mulanya seorang pribadi yang periang. Trauma yang paling banyak melatarbelakangi PTSD adalah kehilangan orang yang dicintai, sekitar sepertiga dari semua kasus PTSD yang ada. Semakin tinggi tingkatan pengalaman traumatik, semakin meningkat pula prevalensi PTSD. Contohnya, semakin dekat seseorang dengan seseorang yang tiada, semakin besar risiko atau dampak traumatis yang diterima orang tersebut.
Menerapi penderita PTSD bukan tergolong hal yang bisa ditangani dengan mudah. Ketakutan dan ketidakpercayaannya akan sesuatu terumata berkaitan dengan stimuli mengenai pengalaman traumatis cukup menghambat proses pemulihannya. Penderita PTSD didorong untuk bisa menghadapi trauma atau diberikan stimuli berkaitan dengan trauma untuk dapat menguasai dan juga menghilangkan rasa cemas dan takut berlebihan yang ada. Akhir-akhir ini studi mengenai PTSD difokuskan pada kondisi pascatrauma seperti bencana alam, kekerasan, pemerkosaan dan pertempuran, dengan menggunakan terapi kognitif perilaku. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pasien dihadapkan dengan suatu kondisi atau hal yang paling dia hindari. Sekarang dikenal dengan VR (virtual reality), teknologi pemaparan agar respons ketakutan pasien terhadap suatu hal dapat berkurang atau menghilang. Teknologi ini memungkinkan mereka mengubah pola pikir pascatrauma, misalnya bahwa mengingat pengalaman traumatis tersebut tidaklah sama dengan mengalaminya lagi.
Pendekatan psikoanalisis tidaklah jauh berbeda dengan pendekatan kognitif yang sudah dijelaskan tadi, hanya saja lebih terfokus pada interaksi terhadap kepribadian pratrauma sang pasien. Dalam pendekatan biologis, ada beberapa macam obat yang dapat mengatasi serta memperbaiki kondisi pasien PTSD. Obat yang digunakan seperti Diazepam, Alprazolam, Fluoxetine, Imipramine, Clomipramine, yang diantaranya dapat menghambat pengembalian serotonin selektif dan juga berfungsi sebagai antidepresan. Tentunya, dukungan yang paling memberikan kontribusi adalah dukungan sosial yang umumnya diperoleh dari keluarga mereka.
Sumber : PSIKOLOGI ABNORMAL Edisi Ke-9/Gerald C. Davison, John M. Neale, Ann M. Kring ; Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2006 ; 1048halaman
× 『rui@96yR』【butterflyuu】 ×
Komentar
Posting Komentar